Jumat, April 26, 2024

Doa dan Tangis Ibu

Oleh : Sukardi Weda

Guru Besar Universitas Negeri Makassar

 

Pagi – pagi saya mengambil HP, tentu setelah melaksanakan kewajiban saya sebagai seorang muslim dan membuka WhatsApp. Saya tertuju pada chat yang dikirim oleh seorang sastrawan, budayawan, pelukis kawakan, dan sebagai seorang kyai. Dia adalah KH. D. Zawawi Imron, salah satu pengasuh pondok pesantren di tempat kelahirannya, Madura. Sang penyair mengirimkan saya video ketika dia membaca puisi di suatu tempat berjudul “IBU.” Setelah saya menikmati puisi berjudul “IBU” tersebut, saya kemudian membalasnya dengan mengirimkan sticker berbunyi masya Allah yang tertulis dalam bahasa Arab disertai cap jempol. Sticker tersebut mengandung makna bahwa karya puisi berjudul IBU tersebut sarat makna dan dapat dijadikan sebagai energi positif bagi ibu, anak, termasuk juga bagi sang ayah.

Saya lalu membuka group WA lainnya, yaitu group WA Silaturahmi BPSMI (Badan Pembina Seni Mahasiswa Indonesia) Sulsel, dimana saya menjabat sebagai ketuanya. Group WA ini menghimpun para pekerja seni, pemerhati, akademisi, para wakil rektor bidang kemahasiswaan dan alumni, para wakil rektor bidang akademik dan kemahasiswaan, dan para tokoh nasional asal Sulawesi Selatan, yang menaruh perhatian besar terhadap pembinaan seni mahasiswa. Di dalam group WA tersebut, salah seorang kolega saya, Dr. Tanti Irwanti, dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, yang juga pengurus BPSMI Sulsel mengirimkan puisi dari KH. D. Zawawi Imron berjudul “IBU,” dan diikuti tulisan di bawahnya “Puisi “IBU” KH. D. Zawawi Imron, yang selalu gagal membuatku tidak menangis tiap kali Beliau tampil membacakannya … Selamat Hari Ibu untuk semua ibu di group ini. Saya kemudian baru sadar bahwa rupanya hari ini, Rabu, 22 Desember 2022 diperingati sebagai Hari Ibu.

Saya kemudian tertuju pada group WA SATU PENA SULAWESI SELATAN, dimana group tersebut menjadi wadah berhimpun para penulis, sastrawan, budayawan, seniman, jurnalis, akademisi, pelukis, hingga guru besar di Sulawesi Selatan untuk saling berbagi pengalaman. Lagi – lagi, dalam group WA Satu Pena Sulsel tersebut dikirim sejumlah puisi bertema ibu. Aspar Paturusi dengan puisinya berjudul “ODE BUAT IBU,” dan Kembong Daeng dengan puisinya yang ditulis dalam bahasa Makassar bertajuk “Ammakku Anrong Tumallassukangku,” yang sengaja ditulisnya untuk memperingati Hari Ibu (22 Desember 2022).

Tidak berhenti sampai di situ, rupanya di group WA lainnya, yaitu IKA KNPI Sulsel, salah seorang sahabat sekaligus kakanda dan mentor saya, Muhlis Madani, yang tidak asing lagi dalam pergerakan dan aktifis pemuda di Sulawesi Selatan, seangkatan dengan Kakanda Armin Mustamin Toputiri, yang juga penulis, kolumnis, dan pelukis, dan seabrek tokoh pemuda Sulawesi Selatan di eranya. Muhlis Madani juga mengirim lagu bertema ibu karya Iwan Fals, lalu diikuti tulisan Selamat Hari Ibu. Ada juga yang memperingatinya dengan cara mengirimkan twibbon Hari Ibu. Saya juga meneruskan lagu karya Iwan Fals tersebut dan puisi bertema ibu dari KH. D. Zawawi Imron tersebut di group WA komplek tempat tinggal saya. Saya tidak lupa menulis di bawah lagu dan puisi tersebut kalimat “Selamat Hari Ibu,” dan kalimat berikutnya saya tulis “Tak terkecuali kepada Ibu RT,” kebetulan Ketua RT di tempat tinggal saya adalah istri saya sendiri.

Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember setiap tahunnya diperingati dengan berbagai cara yang menarik, unik, dan menyentuh hati. Ada yang memperingatinya dengan mengirimkan ucapan selamat Hari Ibu. Ada pula yang memperingatinya dengan mengadakan seminar dan diskusi tentang peran dan eksistensi Ibu, baik perannya dalam lingkungan keluarga, sebagai Ibu Rumah Tangga maupun peran – peran sosial seorang ibu di masyarakat yang tidak kalah pentingnya dengan peran ayah.

Penetapan Hari Ibu sendiri pada tanggal 22 Desember dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938 dan 22 Desember Hari Ibu ditetapkan setelah Presiden Indonesia Pertama, Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 yang menetapkan bahwa tanggal 22 Desember setiap tahunnya adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga hari ini.

Dulu ketika perayaan Hari Ibu, para ibu – ibu, dan para aktifis ibu – ibu, termasuk juga lelaki yang paham dan sadar akan betapa penting dan sulitnya melakukan peran – peran ibu, turut serta merayakannya.

Ibu saya pernah berkata kepada istri saya bahwa peran ibu atau istri sangat luar biasa, di pagi buta, dia harus menyiapkan sarapan pagi untuk anak – anak dan suaminya, setelah itu dia harus mencuci, acapkali juga ia mengantarkan buah hatinya ke sekolah, sekembali dari sekolah dia membersihkan rumah dan halaman rumah. Setelah itu dia harus menyeterika pakaian yang telah ia cuci dan disimpannya satu – per satu di dalam lemari secara rapi. Pada siang harinya, ia menyiapkan makan siang untuk anak – anak dan suaminya. Ia juga mengurus bayinya yang baru saja dia lahirkan, anak yang lain juga ia dengan penuh cinta dan kasih saying membawanya ke puskesmas, manakala ada diantaranya yang sedang sakit. Dia juga kerap pergi ke pasar untuk membeli lauk – pauk kebutuhan keluarga. Sesekali bagi ibu di desa, dia pergi cari kayu bakar di kebun atau hutan.

Acapkali juga sang ibu pergi mengambil air minum yang jaraknya cukup jauh. Belum lagi memberikan makan ternak atau ungags yang ada di belakang rumah. Di sore hari hingga malam hari melakukan peran – perannya sebagai ibu untuk anak – anaknya, dan istri bagi suaminya. Belum lagi di malam hari, ia kerapkali sulit untuk tidur, ia tetap terjaga karena sang buah hatinya terus dan terus saja menangis. Apa lagi kalau sang buah hati sedang sakit. Sang ibu juga selalu berdoa untuk anak – anaknya, semoga kelak mereka menjadi anak yang sholeh dan sholehah serta menjadi anak yang sukses dunia dan akhiratnya.

Dia juga tak luput mendoakan kesuksesan sang suami tercintanya. Kadangkala pengantin baru, di awal pernikahannya tanpa memiliki sesuatu, hanya menumpang di rumah mertua, tanpa ada kendaraan bermotor roda dua, apalagi roda empat dan fasilitas – fasilitas kehidupan lainnya, tetapi karena sang ibu selalu menyertai sang suami dengan memanjatkan doa – doa di waktu – waktu yang mustajab dan doanya diterima. Tidak sedikit dari pasangan yang mengawali mahligai rumah tangganya dengan kehidupan yang miskin papa, tetapi atas usaha dan doa dari sang suami serta doa dan kasih saying sang istri yang melakukan perannya dengan baik sebagai ibu, maka keluarga tersebut menjadi sukses, baik dari segi agama, karir, dan materi yang berkecukupan.

Peran seorang ibu, untuk melakukan peran – perannya, sungguh luar biasa, kalau dihitung sejak pagi dia bolak – balik antar sumur, dapur, halaman rumah dan di dalam rumahnya sendiri, dapat dipastikan kalau dia berjalan kaki dari Makassar, dari subuh hari hingga malam hari, dia akan berjalan sejauh ratusan kilometer.

Di Hari Ibu yang ke-84 ini, mari menjadikannya momentum untuk kita semua, untuk para ibu dalam rangka menjalankan perannya sebagai ibu, baik sebagai IRT maupun peran – peran sosialnya di masyarakat. Untuk para suami mari sesekali membantu ibu untuk meringankan perannya, sesekali bersamai dia memasak di dapur, bersamai dia mencuci, bersamai dia membersihkan halaman, temani dia menyeterika, sesekali ganti perannya sebagai IRT, seperti membawa anak ke puskesmas, mengganti popok anak, dan sesekali pergi berbelanja di pasar. Atas kebersamaan dan saling pengertian, insya Allah akan terwujud keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Aamiin YRA.

 

 

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles