Jumat, Mei 17, 2024

Gunakan Hak Jawab, Jangan Pukul Wartawan

KataDia, Makassar –Ketentuan Undang-Undang (UU) No 40 Tahun 1999 tentang: Pers menegaskan penggunaan hak jawab bagi orang yang keberatan dan merasa dirugikan karena pemberitaan. Jika hak jawab tidak digunakan, bisa disimpulkan bahwa orang tersebut tidak merasa keberatan terhadap pemberitaan.

Penegasan itu diungkapkan Zulkarnain Hamson, S. Sos. M.Si., Direktur Pusdiklat Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Nasional, yang juga pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar.

”Menghadapi munculnya permasalahan pemberitaan di Indonesia, diatur dengan UU No 40/1999 tentang Pers. Penyelesaian dilakukan dengan hak koreksi dan hak jawab, bukan memukul atau menganiaya bahkan membunuh wartawan,” ujar Zulkarnain Hamson.

Pada berbagai pelatihan jurnalistik di Pusdiklat JOIN, mantan Wakil Pemimpin Redaksi (Wapimred) Harian Ujungpandang Ekspres ini, tak pernah lupa menitipkan pesan khusus terkait hak jawab, karena hal itu menjadi persoalan yang krusial dan terus berulang.

“Saya ingatkan terutama pada pelatihan yang mempertemukan wartawan dan jajaran mitra, baik pemerintahan daerah, dunia usaha juga aparat keamanan. Jika ada orang yang merasa dirugikan oleh berita atau karya jurnalistik, cara penyelesaiannya adalah gunakan hak jawab,” ujarnya.

Dalam UU No 40/1999 disebutkan, hak jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. “Pejabat pemerintah atau publik, dituding menyimpang atau korupsi, langkah yang harus ditempuh memberikan klarifikasi langsung ke redaksi,” ujarnya.

Hak jawab sebaiknya disampaikan langsung kepada redaksi media yang memberitakan, sertakan bukti tertulis. “Jika tidak ada kesepakatan, sesuai dengan UU No 40/1999, laporkan ke Dewan Pers, menjadi mediator. Jika penyelesaian berlanjut ke pengadilan, acuan hukum yang digunakan haruslah UU No 40/1999 tentang Pers,” urainya.

Ada prilaku kurang adil, terkadang dilakukan pengelola media, yang mempertahankan fakta yang dimilikinya, sehingga korban pemberitaan menempuh cara-cara diluar aturan hukum. “Upaya menyogok wartawan, atau menutup berita dengan uang, bahkan melakukan penganiayaan fisik, intimidasi juga pembunuhan dikarenakan hak jawab tidak dihiraukan, atau memang tidak ingin digunakan,” paparnya.

Wartawan dan media yang punya kredibilitas, akuntabilitas, bermartabat dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang baik, umumnya menjadikan hak jawab sebagai prioritas. “Tidak usah malu, kalau salah memberitakan, bila perlu lakukan permintaan maaf secara terbuka, agar korban bisa direhabilitasi nama baiknya, terkecuali memang namanya buruk,” ungkapnya.

Hak jawab justru menaikkan mutu informasi, karena memiliki keragaman fakta yang komprehensif. “Awalnya berita hanya menyuguhkan fakta ‘A’, tetapi karena ada hak jawab fakta bertambah menjadi ‘AB’, dan seterusnya, maka publik atau pembaca akan tercerahkan,” ujarnya, sembari menambahkan prilaku main hakim sendiri, malah akan melebarkan masalah menjadi kasus kriminal baru.

“Untuk para pewarta, atau reporter yang belum bersertifikasi wartawan, saran saya agar selalu berhati-hati dalam menuliskan berita, terutama yang akan terindikasi menyerang pribadi atau institusi, jika fakta yang digunakannya lemah, resiko terkecil sekalipun akan menghantui wartawannya,” ujar Zulkarnain Hamson, yang kini sedang menyelesaikan studi doktor dalam bidang ilmu komunikasi di Universitas Hasanuddin.(@)

Makassar, 26 Agustus 2020

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles