Senin, Mei 20, 2024

Gerakan Membaca Ala Bachtiar Adnan Kusuma

“Saya Undangki besok ke perpustakaan pribadiku”, begitu komentar singkat Bachtiar Adnan Kusuma pada postingan berjudul “Politikus Berwajah Buku” di daring Facebook Grup Berita Perpustakaan. Ketika saya membacanya, merasa bahwa saya punya kesempatan belajar dan mendengar inspirasi darinya.

Namun hari yang diminta untuk datang belum terwujud, sebab saya harus menjadi pendamping sebuah kegiatan BIMTEK otomasi perpustakaan di Enrekang.

Sekembalinya dari sana, saya langsung teringat dengan undangan Bachtiar Adnan Kusuma. Selang berapa hari saya mencoba berkomunikasi ulang melalui pesan Facebook.

Namun belum lagi ada janjian, saya sudah bersemangat ke rumahnya. Selepas shalat jumat saya berada di teras rumahnya, hanya saja yang saya temui Ibu Ani Kaimuddin, istri Bachtiar Adnan Kusuma.

Namun diskusi bersama ibu Ani cukup menarik, dia menceritakan kisahnya bersama Bachtiar yang sangat mencintai buku.

Dari dia pula, saya tahu bahwa Adnan setiap hari membiasakan membaca buku minimal 15 menit setiap hari.

Setiap buku yang belum habis dibacanya, belum akan disimpan dirak perpustakaan pribadi, katanya kadang disimpan di meja atau di atas mobil.

Pada hari minggu, tepatnya bada’ isya, saya memenuhi undangan yang disampaikan Bachtiar Adnan Kusuma pada sore hari melalui pesan Facebook.

Ini pertama kali kami bertemu langsung, walaupun dua kali saya pernah melihatnya berbicara di forum berbeda.

Pertama, berbicara tentang harapannya agar pengelola perpustakaan sekolah lebih di perjuangkan di seminar Asosiasi Pengelola Perpustakaan Sekolah Indonesia Sulawesi Selatan yang dipimpin Muh Ardi (Pustakawan SMA 17 Makassar) di Balaikota.

Terakhir, pada forum Temu 100 Penulis Makassar di TC UIN Alauddin Makassar, ia berbicara tentang proses kreatif menulis buku.

Tidak butuh waktu yang lama, saya bersimpati mendengarkan pengalaman Bachtiar Adnan Kusuma dalam dunia perbukuan dan perpustakaan.

Kiprahnya yang telah terbilang lintas nasional, tentu saja terlihat dari gaya narasi yang disampaikan dengan penuh semangat.

Bachtiar Adnan Kusuma bahkan menceritakan bagaimana masa sekolahnya dulu, ia telah melahirkan banyak karya di berbagai media-media, yang disebut menjadi biaya tambahan yang cukup dari honor menulis pada saat itu.

Ketika masih menetap di Jakarta, ia juga banyak membuka ruang baca bagi masyarakat sekitar.

Pengalamannya sebagai wartawan di berbagai media di Jakarta dan Makassar menjadikannya penulis yang produktif.

Membaca baginya merupakan sebuah panggilan jiwa, seperti alasannya bergelut dalam dunia perbukuan. Pada awalnya, Bachtiar membuka ruang baca untuk kebutuhan internal keluarganya.

Hal ini mendapat dukungan dari istri yang juga menjadi mentor dan anak-anaknya. Dari delapan 8 orang (keluarganya) kemudian menjadi 200-an orang yang sering datang membaca di rumahnya.

Mereka lalu mendirikan Komunitas Deras untuk mewadahi pembaca tersebut. Tidak hanya itu, berbagai perpustakaan dan taman bacaan di Jakarta telah ia dikembangkan bersama komunitas-komunitas dan lembaga-lembaga yang perhatian terhadap perpustakaan.

Hal ini kemudian merambah ke Makassar, terutama ketika menjabat sebagai komite sekolah di beberapa sekolah seperti SMA 17 Makassar, SMPN 6 Makassar, dan SDI Maccini Sombala I.

Lembah Para Juara : 17 Langkah Menuju SMA 17 yang diberikan secara cuma-cuma kepada saya, merupakan karya Bachtiar untuk memberikan inspirasi membaca dan menulis siswa SMA 17 Makassar.

Bahkan tidak sampai disitu, ia juga berpartisipasi dalam mengembangkan perpustakaan desa di kecamatan dan desa di Kabupaten Jeneponto.

Keseharian Bachtiar Adnan Kusuma sebagai penulis buku, aktivis gerakan membaca dan penerbitan.

Ia sekaligus menjadi motivator minat baca nasional, Managing Editor Penerbit Yapensi, penggagas Gerakan Membaca dan Menulis Indonesia (GIMM),

Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Sulsel, Ketua Gerakan Sayang Buku dan Ibu Suka Membaca Sulsel, dan Penggagas Kampanye Membaca 15 menit setiap hari.

Sering pula diundang dalam berbagai kegiatan dan forum yang berbicara tentang budaya baca dan perpustakaan.

Sebab baginya, seperti yang disampaikan langsung maupun melalui buku Lembah Para Juara (2013: 60), “gerakan membaca harus menjadi sebuah gerakan hati.

Nah sebagai gerakan hati, gerakan membaca mestinya bertumpu pada kekuatan pendidikan yang tidak tercampur dengan politik”.

Saat membaca Lembah Para Juara, saya menemukan Bachtiar yang Ingin Seperti John Wood (2013: 56).

Saat dirinya berfokus pada gerakan literasi maka John Wood menjadi satu figur panutan baginya. Barangkali saya juga mengangumi John Wood.

Sebab sehari sebelumnya, saya baru saja selesai membaca karya John Wood dalam narasinya Mengembangkan Ruang Baca : Kisah Inspiratif Mantan Pejabat Microsoft Melawan Buta Aksara di Berbagai Belahan Dunia.

Kekaguman Adnan pada John Wood menjadi salah satu motivasi dalam mendukung gerakan literasi dan menumbuhkan budaya membaca.

Jam Handphone saya menunjukkan pukul 22.00 WITA, tak terasa 2 jam lamanya telah berdiskusi dengan Bachtiar. Saya lalu izin pamit, sebab kontrakan biasanya juga tutup tepat pukul itu.

Sampai di Kos, saya kembali membuka-buka halaman buku yang diberikan Bachtiar. Saya lalu kembali membaca “Bukankah gerakan membaca sebagai sebuah gerakan hati?”

https://www.facebook.com/groups/570699106299681/permalink/788666714502918/

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles