Minggu, Mei 19, 2024

Qayla Raya Rezki Yuniar, Komikus dan Penulis Buku Tema Budaya Sulawesi Selatan

KATADIA, MAKASSAR || Tidak banyak Gen Z yang tertarik menulis tema budaya dan kearifan lokal Sulawesi Selatan. Karena itu perlu mendekatkan anak-anak yang biasa disebut sebagai digital native ini kepada nilai-nilai budaya leluhurnya yang kaya dengan makna filosis kehidupan.

Salah seorang anak yang meminati tema budaya itu adalah Qayla Raya Rezki Yuniar, lahir di Makassar, 17 Oktober 2004. Siswa SMA Negeri 1 Makassar, kelas 12 IPA itu, memang punya hobi membaca, menulis, dan menggambar.

Qayla mengemas ketiga hobinya tersebut dalam karya-karyanya. Dia, misalnya, menulis buku Lontaraq Jangang-Jangang berdasarkan narasi dari Yudhistira Sukatanya, sastrawan dan sutradara teater. Katanya, dia dipercaya sebagai ilustrator dalam buku tersebut. Buku ini dipamerkan pada Festival Aksara Lontaraq I, tahun 2020, dan di launching pada Festival Aksara Lontaraq III, tahun 2022.

Dari hobi dan bakatnya itu, Qayla sudah mencatatkan sejumlah prestasi. Pada tahun 2020, dia merupakan penulis terbaik bahan bacaan untuk SD kelas 4, 6 se-Sulsel dan Sulbar (dwi bahasa). Sebelumnya, pada 2021, dia juga menjadi penulis terbaik bahan bacaan untuk SD kelas 4-6 Sulsel dan Sulbar diselenggarakan oleh Balai Bahasa.

Catatan prestasi lain, yakni pada tahun 2018, meraih Outstanding Story Author untuk cerita pendek pada portal edukasi tingkat internasional. Di tahun 2019, dia terpilih sebagai komikus, satu-satunya dari Makassar, Sulawesi Selatan, untuk menulis komik Islami yang diselenggarakan oleh Ihsan Media.

Antara tahun 2019-2020, Qayla menghasilkan beberapa buku kumpulan dari hasil pelatihan penulisan. Karya buku kumpulannya, Komik Junior Islami, Terima Kasih Ya Allah (2019), Lekas Sembuh Bumiku (2020), dan Naga Putih dan Putri Roro, (kumpulan dongeng), terbit tahun 2020.

Buku kumpulan lainnya, Saat Senja Kalau Ada Kisah di Balik Pohon Mangga (2021), Realitas Edukasi dalam Reinkarnasi Literasi (2021), Karena Rindu yang Terlarang Pergi Tak Mau Kembali (kumpulan puisi), terbit tahun 2021, dan buku Karnaval Inline (Pdf) terbitan Balai Pustaka, tahun 2021. Sedangkan buku solonya adalah Unnanta Nene’ Lako Liang (Mengantar Nenek ke Liang), penerbit Balai Bahasa, tahun 2022.

Qayla mengungkapkan, dia tertarik belajar dan menulis tentang aksara Jangang-Jangang karena sejarahnya, di mana awal mulanya dari gerakan burung atau jangang-jangang, yang dilihat Daeng Pamatte. Sabannara’ Kerajaan Gowa ini disebut-sebut merupakan orang yang menyusun ukiri’ Jangang-Jangang tersebut.

Jangang-jangang dalam bahasa Makassar, artinya burung. Aksara Jangang-Jangang ini, menurut sejarah, pernah digunakan di Sulawesi Selatan pada Abad XVII sampai Abad XIX.

Dari situ kemudian dia membuat ilustrasinya, berdasarkan narasi yang dibuat Yudhistira Sukatanya. Dalam menulis aksara lontaraq ini, dia juga menguutip dari buku Prof Kembong Daeng, Guru Besar Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM). Supaya lebih menarik, terutama bagi pembaca muda, maka dia membuat ilustrasinya sendiri.

Dia mengaku, referensinya tentang lontaraq terbatas. Karena tadinya berdasarkan apa yang dia peroleh saat belajar aksara lontaraq di bangku Sekolah Dasar. Karena itu, terkait aksara lontaraq itu, dia banyak dibimbing oleh Yudhistira Sukatanya.

Diakui, mengerjakan buku itu lumayan sulit. Pasalnya, sejarah tentang lontaraq juga tidak dipelajari di sekolah dan aksaranya pun hanya pada tingkat SD saja. Sehingga, dia sangat berterima kasih kepada Yudhistira Sukatanya. Juga bukunya Prof Kembong Daeng yang dia jadikan rujukan dalam menulis.

Karena itu, buku Lontaraq Jangang-Jangang, yang bisa dibaca dalam format digital itu, dibuat cukup lama. Itu karena ilustrasinya beberapa kali direvisi. Kendalanya, karena basic-nya adalah komikus sehingga ilustrasinya itu dipengaruhi oleh anime Jepang.

Saat ditanya, apakah ada orang lain sebagai teman diskusinya? Qayla menjawab, kalau untuk menulis, biasanya dia berdiskusi dengan ibunya, Atrianingsi, dan ibu guru menulisnya. Sedangkan, kalau menggambar, dia berdiskusi dengan guru ilustratornya. Dari pengalaman menulis buku Lontaraq Jangang-Jangang itu, diakui dia banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan baru.

Qayla berharap ada komunitas anak-anak muda seusia dirinya yang punya ketertarikan serupa. Dengan begitu, dia dan teman-temannya bisa bersama-sama bergandengan tangan untuk mengajak teman-teman yang lain peduli pada kebudayaan Makassar khususnya aksara lontaraq. (*)

 

 

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles