KATADIA,JAKARTA || Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah memerintahkan agar ‘sistem pertahanan’ sawit Indonesia selesai dalam waktu 3 bulan. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi peraturan anti-deforestasi yang akan diberlakukan oleh Uni Eropa (EUDR) pada tahun 2025.
“Dalam waktu 3 bulan kalau bisa kita siapkan supaya bisa diumumkan sehingga bisa jadi gaung untuk UEDR,” kata Airlangga dalam Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Inpres Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, di Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Menurutnya, sistem tersebut akan mencakup penelusuran terhadap hasil perkebunan sawit di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat memastikan bahwa hasil sawit Indonesia memenuhi standar Uni Eropa dan tidak terkait dengan penggundulan hutan.
“Ini akan menjadi defense mechanism kita terhadap serangan dari Uni Eropa,” tandasnya.
Airlangga juga menjelaskan bahwa sistem ini akan melibatkan lintas kementerian dan badan, termasuk Kementerian Pertanian, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Dia juga menyebutkan bahwa Badan Informasi Geospasial, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menyediakan data tentang sawit. Sementara itu, Kementerian Pertanian dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit akan menyiapkan regulasinya.
“Sistem ini akan membantu traceability terhadap petani sawit kita,” tambahnya.
Airlangga berharap bahwa aturan dan sistem yang disiapkan akan selesai dalam tahun ini. Hal ini diharapkan akan memungkinkan pemerintah untuk mengumumkan bahwa sawit Indonesia bebas dari deforestasi.
“Ini penting agar di dunia internasional kita tidak dipandang negatif lagi,” tegasnya.
