Oleh:
Misdalifah Suli, M.Pd.
(Tim Pena Ideologis Maros)
FOMO Dikalangan Gen Z
KATADIA MAROS ||Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) telah menjadi salah satu tren signifikan dikalangan generasi Z. FOMO mencerminkan dampak besar interaksi berbasis teknologi terhadap psikologi dan perilaku komunikasi individu, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.
Gen Z yang tumbuh bersama perkembangan teknologi terutama media sosial, sering kali merasa tertekan untuk terus mengikuti tren dan perkembangan terkini yang terlihat di media. Konten-konten yang tersaji di media sosial menciptakan tekanan tersendiri bagi para gen Z untuk senantiasa berada dalam lingkaran informasi. Jika tidak, mereka merasa tertinggal dan terisolasi sehingga memicu FOMO (Kumparan.com, 12/09/2024).
Dikutip dari wikipedia.org, FOMO merupakan perasaan cemas yang timbul karena sesuatu yang menarik dan menyenangkan sedang terjadi, sering disebabkan karena unggahan di media sosial. FOMO ini dapat didefinisikan sebagai rasa takut karena tertinggal atau tidak mengetahui peristiwa, informasi, atau pengalaman berharga dari sesuatu yang ditandai adanya keinginan untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan oleh orang lain. Selain itu, FOMO juga terkait dengan rasa takut akan kehilangan kesempatan untuk mengambil peran dalam suatu peristiwa yang bisa meningkatkan popularitas.
Akibat dari FOMO ini, gen Z sering kali mengikuti tren-tren kekinian. Salah satunya “demam” labubu. Boneka labubu menjadi begitu booming setelah idol K-pop Lisa Blackpink memamerkannya di media sosial. Hal ini menciptakan persepsi bahwa memiliki labubu berarti turut menjadi bagian dari tren global yang dipopulerkan sosok yang sangat diidolakan.
Akhirnya berbondong-bondonglah mereka membeli labubu. Mereka rela antri berjam-jam dan mengeluarkan uang yang tak sedikit (harga satu boneka labubu berkisaran ratusan ribu hingga jutaan) demi ikut tren. Dari sini, bisa kita pahami bahwa gaya hidup FOMO bisa memicu perilaku komsumtif yang kurang sehat sehingga masyarakat belanja melebihi kemampuan finansialnya yang pada akhirnya mengajak mereka melakukan pinjaman.
Berdasarkan laporan Lokadata.id, sebanyak 78 persen masyarakat generasi milenial dan gen Z telah menggunakan aplikasi fintech setiap harinya, termasuk dompet digital, layanan pinjaman, dan pembayaran digital. Selain memicu budaya komsumtif, FOMO juga bisa membuat seseorang menjadi narsistik. Merasa diri lebih dari orang lain dan kerap menunjukkan kehidupan dan kelebihan di media sosial demi apresiasi (Kompas.com, 11/10/2024).
Penyebab Munculnya Gaya Hidup FOMO
FOMO yang menjangkiti para remaja dan dewasa muda tidak muncul begitu saja. Akar munculnya gaya hidup FOMO ini adalah sistem liberal kapitalisme demokrasi. Sistem rusak ini mengakibatkan gen Z bergaya hidup bebas, hedonistik dan konsumerisme. Semua kesenangan dunia sesaat mendominasi dan menjadi prioritas utama. Alhasil, potensi yang dimiliki gen Z akan banyak dihabiskan pada kesenangan dan aktivitas sia-sia seperti “demam” labubu.
Akibatnya terjadi pengabaian potensi gen Z untuk berprestasi dan berkarya yang lebih baik, juga menghalangi potensinya sebagai agen perubahan menuju kebaikan. Apalagi regulasi dalam sistem hari ini tidak memberikan perlindungan bagi gen Z, namun justru menjerumuskan gen Z pada lingkaran materiaslistik melalui sosial media yang menciptakan gaya hidup FOMO.
Solusi dalam Islam
Gaya hidup FOMO dalam sistem kapitalisme cenderung membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat terutama gen Z. Gen Z akan mudah depresi sebab terkadang tren yang harus diikuti tidak sesuai kemampuan finansial dan kapasitas mereka. FOMO juga dapat memicu rasa insecure yang berlebihan sebab suka membanding-bandingkan kehidupan nyata mereka dengan para influencer.
Dampak negatif gaya hidup FOMO akan terus menjamur jika sistem yang dianut masih dipertahankan. Beda cerita jika sistem Islam yang diterapkan. Dalam Islam, setiap orang senantiasa diarahkan untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin dan juga diperintahkan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Seorang muslim akan berusaha menghabiskan waktunya untuk beribadah ketimbang kepo dengan tren kekinian. Mereka menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya untuk melakukan berbagai hal yang bermanfaat bagi umat.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:”Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain”.
Gen Z yang notabenenya pemuda sangat berpeluang besar memberikan kontribusi bagi umat. Semangat yang tinggi, tenaga masih kuat, pikiran masih fresh, dan tekad yang kuat adalah potensi yang luar biasa dan kekuatan yang dibutuhkan umat terlebih sebagai agen perubahan menuju kebangkitan Islam.
Islam memiliki sistem terbaik untuk melejitkan potensi gen Z, mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuan penciptaan dan mempersembahkan karya terbaik untuk umat dan Islam. Potensi ini dibutuhkan untuk membangun kembali peradaban gemilang yang pernah dicapai umat Islam pada masa lalu dalam naungan Khilafah Islamiah.
Rasulullah SAW. bersabda, “Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu)”. Wallahu a’lam Bisshawab.