Sabtu, April 27, 2024

Temu Penulis II di Fakultas Dakwah, Menghadirkan D Zawawi Imran

by Ahmad M. Sewang

Saya bersyukur sebab bisa hadir pada pertemuan itu untuk mendengarkan semua pengalaman yang diutarakan lebih 30 penulis Sulawesi Selatan yang beken.

Ketika menerima undangan saya sudah mempersiapkan sebuah konsep tentang pengalaman saya pertama kali mulai menulis, namun setelah mendengar pengalaman masing-masing penulis, maka konsep awal itu tidak jadi saya sampaikan justru pengalaman yang disampaikan oleh teman-teman dan D. Zawawi Imran sendiri lebih menarik dan lebih unik untuk digarisbawahi. Memang dalam ilmu sejarah mengajarkan hanya pengalaman uniklah yang dicatat oleh sejarah.

Sementara konsep yang sudah dipersiapkan akan dikemukakan pada tulisan yang diminta panitia untuk dijadikan buku pada kumpulan tulisan 100 penulis yang akan rampun pada Pebruari 2023.

Dalam ruang terbatas ini saya hanya mengemukakan dua pengalaman para penulis yang disampaikan pada pertemuan hari itu yang saya nilai unik.

Saya sudah mohon izin pada sahabat Adi Surya Culla bahwa pengalaman beliau walau sangat privat saya akan sharing di catatan kaki.

Bagi saya pengalaman sahabatku Adi Surya Culla termasuk unik yang perlu diketahui banyak orang bahwa penulis bisa mulai dari remaja dan dari hal yang sederhana. Menurut pengakuannya bahwa pertama kali beliau terlibat dalam dunia tulis-menulis saat masih duduk di bangku SMA.

Beliau menulis Kisah Asmara seorang gadis teman sekolahnya. Ternyata dengan tulisan itulah membuahkan dua kesuksesan. Pertama dengan kisah cinta itu telah mengantarnya ke atas pelaminan.

Kedua, tulisan pertama itu telah mengantar Adi Surya Culla menjadi seorang penulis beken sampai sekarang. Tidak salah jika kisah cinta Sahabatku Adi langsung saya timpali semasih di atas mimbar bahwa kisah ini termasuk langka dari perjalanan seorang anak manusia yang saya anggap paling sukses.

Adi telah mendapatkan kehidupan mawaddatan wa rahmah di dunia dan jannatun naim di akhirat, insya Allah. Bersyukurlah Sahabatku Adi atas nikmat yang dianugrahkan Allah swt. sebab begitu banyak orang menjalin kasih sejak di sekolah menengah tetapi ternyata tidak lebih dari “cinta monyet” yang gagal mengantarkannya ke atas mimbar pelaminan.

Kedua, pengalaman D. Zawawi Yahya sendiri yang tidak kurang uniknya. Menurut pemaparannya bahwa beliau tidak tamat SD, tetapi ia dipercaya mengajar di S3. Setelah turun dari mimbar, saya yang duduk di samping D. Zawawi membisikan sebuah pengalaman pada beliau bahwa ketika masih bersama almarhum Panglima Puisi, Husni Djamaluddin di sebuah pembacaan puisi di Aula IAIN kampus I. Beliau berkata, persyaratan utama seorang penyair adalah “cerdas” Jika seorang dungu tidak akan bisa jadi penyair.

Jadi terjawablah sudah, kenapa D. Zawawi Imran bisa menjadi dosen luar biasa di S3? Jawabannya sebab D. Zawawi Imran, masuk golongan manusis cerdas, yaitu sebagai penyair sehingga bisa mengajar di S3.

Sesuai keterbatasan bacaan, saya baru menemukan dua orang dalam sejarah Indonesia, tidak tamat SD bisa mengajar di S3, yaitu pertama D. Zawawi Imran dan kedua Buya Hamka. Dalam biografi Hamka justru beliau sendiri merasa heran. Ada dua keheranan beliau, yaitu:

1. Buya heran karena dapat doktor padahal tidak pernah jadi mahasiswa. SD pun beliau tak selesai.
2. Buya dapat professor, tetapi tidak pernah duduk di bangku Perguruan Tinggi.

Catatan ini adalah bagian dari kesan setelah mengikuti dengan saksama presentase singkat teman-teman penulis dan D. Zawawi Imran.

Khusus D. Zawawi Imran beliau banyak menyinggung budaya Bugis secara detail. Sehingga saya berkesimpulan bahwa pengetahuan budaya Bugis K.H Zawawi dari Madura itu, lebih baik dari rata-rata orang Bugis sendiri bahkan nyanyian Bugis tempo doeloe beliau masih hapal di luar kepala yang dinyanyikan saat santai pengambilan gambar.

Itulah pengalaman unik yang saya dapatkan pada pertemuan penulis II yang diprakarsai oleh Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Firdaus Muhammad.

Bagi saya temu penulis ini sangat bermanfaat sehingga sebelum berpisah saya masih sempat membisikkan pada Rusdin Tompo sebagai Ketua Persatuan Penulis Indonesia dan Satu Pena Sulawesi Selatan agar melanjutkan pertemuan ini secara priodik.

“Terima kasih Firdaus Muhammad atas undangannya yang sangat bermanfaat.

Kompleks GFM, 12 Desem. 2022 M/18 J. Ula 1444 H

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles