Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)
Sejak mengembangkan program acara SKETSA di Radio Bharata FM, saya punya semacam buku agenda liputan, yang memuat rencana wawancara dalam rangka peringatan hari-hari besar nasional. SKETSA merupakan akronim dari seputar kehidupan kota besar.
Program acara ini memuat hasil wawancara dengan satu narasumber atau lebih, terkait tema tertentu. Selama jadi jurnalis radio, SKETSA ini saya yang tangani, sejak 1996-2000.
Di samping wawancara tentang dinamika dan problematika warga kota, dan isu-isu aktual, saya juga melakukan wawancara dengan tokoh pejuang, para veteran, dan orang-orang yang mendedikasikan hidupnya bagi bangsa ini.
Format penayangannya hanya berupa taping, suara saya sebagai pewawancara tidak lagi diudarakan, nanti diganti dengan narasi penyiar. Setelah itu masuk suara narasumbernya memberikan pandangan dan penjelasan.
Saya suka melakukan wawancara dengan tokoh pejuang pada momen-momen yang, menurut saya, bisa menambah wawasan sejarah pendengar, dan meningkatkan nasionalisme.
Misalnya, wawancara terkait peringatan Hari Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), 2 Januari, Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), 20 Mei, HUT Kemerdekaan RI, 17 Agustus, dan Hari Pahlawan, 10 November.
Beberapa tokoh pejuang yang pernah diwawancarai, antara lain Brigjen (Purn) Andi Sose, tokoh pejuang ’45, Brigjen (Purn) Bachtiar Karaeng Leo, petinggi militer yang pernah tergabung dalam Laskar Turatea, serta Brigjen (Purn) Andi Oddang Makka, Gubernur Sulawesi Selatan (periode 1978-1983) dan penerima Bintang Gerilya.
Wawancara juga pernah dengan Kol Inf (Purn) M Yasin Limpo, tokoh pejuang kemerdekaan dan Mayjen TNI (Purn) Andi Mattalatta, tokoh pejuang kemerdekaan yang juga seorang atlet.
Tidak semua tokoh-tokoh itu saya wawancara tersendiri. Ada yang hanya dimintai komentarnya saja, ketika saya bertemu dalam suatu kesempatan. Misalnya, saat menghadiri Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi 17 Agustus di Gubernuran.
Para pejuang, tokoh, dan mantan pejabat biasanya diundang hadir dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI di halaman Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan, Jalan Sungai Tangka, Makassar.
Wawancara khusus pernah saya lakukan dengan M Yasin Limpo dan Andi Mattalatta, bahkan lebih dari sekali. Saya ingat, menjelang Hari Gerakan Pramuka, 14 Agustus, saya mewawancarai Yasin Limpo, ayah dari Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulawesi Selatan, dua periode.
Saya mewawancarai beliau di Kantor Kwarda Pramuka di Jl Mongisidi. Waktu itu, beliau merupakan Ketua Kwarda Pramuka Sulawesi Selatan. Setelah wawancara terkait kepramukaan selesai, mumpung dekat HUT Kemerdekaan, saya minta komentar beliau lagi, bagaimana merawat semangat nasionalisme.
Beliau dengan suara pelan berkata, “Saya tahu maksud adik. Sekali datang, bisa dua urusan selesai. Biarlah tentang semangat nasionalisme ditanyakan pada yang lain.”
Memang seperti itulah, tujuan saya. Mendapat wawancara dengan tokoh, sekaligus saya bisa punya stok materi untuk tema yang lain. Maklum, saya berburu narasumber, bermodalkan naik-turun angkot. Biar hemat, saya harus pintar-pintar menawarkan wawancara dengan tokoh yang saya temui. Namun, saya pahami pula bahwa beliau orang yang rendah hati. Kalau mengingat kembali kejadian itu, saya senyum sendiri.
Andi Mattalatta lahir di Barru, 1 September 1920, merupakan anak Raja Barru ke-17 Pawiseng Daeng Ngerang Arung Mangempang. Ayah dari penyanyi Andi Meriem Mattalatta yang di masa muda dipanggil dengan nama Herman ini, bersekolah di lembaga pendidikan Belanda. Meski seorang bangsawan, tapi rendah hati dan sangat merakyat.
Saya senang mewawancarainya karena beliau pencerita yang kaya pengalaman. Kita yang mendengarnya tidak bosan lantaran banyak informasi yang dibagikan.