Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)
KATADIA, MAKASSAR || Setiap kali melewati koridor FIS dari arah terminal pete-pete ke Fakultas Hukum, mata saya selalu tertuju pada pengumuman-pengumuman yang ditempelkan pada tembok atau papan-papan bicara di fakultas-fakultas yang saya lewati. Pengumuman-pengumuman itu bukan hanya berisi informasi seputar aktivitas mahasiswa. Namun, di mata saya, semacam ekspresi seni pembuatnya, terutama seni desain dan grafis, dua aktivitas yang saya gemari.
FIS ini merupakan kawasan Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial, yang tata letaknya berbentuk persegi empat. Kalau dari arah terminal angkutan kota yang, saat itu, berada di sisi barat Baruga Andi Pangerang Pettarani, saya kadang melewati Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) dan Fakultas Ekonomi atau sedikit berbelok melewati koridor Fakultas Sastra, sebelum tiba ke area Fakultas Hukum. Pemandangan serupa saya temui bila menyusuri gedung Kantor Pusat untuk menuju ke Perpustakaan UNHAS.
Saya suka permainan warna yang ditumpuk kontras, dipadu dengan tulisan-tulisan indah. Bahkan kadang jenis huruf yang dibuat secara manual itu terasa eksperimentalnya.
Maksudnya, si penulis membuat pengumuman dengan bentuk huruf tak lazim. Pengumuman-pengumuman itu mengingatkan saya pada kebiasaan membuat kartu Lebaran atau membuat spanduk yang langsung ditulis menggunakan kuas dan cat di atas bentangan kain, saat masih SMA di Ambon.
Itulah yang membuat saya spontan melontarkan kalimat: suatu saat tulisan saya juga akan dipajang seperti ini, di dinding kampus UNHAS. Walau, saat itu, baru sebatas gumaman, baru impian saja. Hingga suatu ketika, tanpa dinyana, jalan ke sana terbuka.
Ceritanya, masih di semester awal, angkatan 87, saat tengah menunggu kuliah di ruang H33, yang berbentuk teater, saya membuat coretan-coretan di buku catatan kuliah. Ini kebiasaan saya mengisi waktu luang atau kalau lagi boring.
Suroso, teman seangkatan yang duduk di samping, berkomentar, “Rusdin suka melukis ya?” Menurutnya, dari cara saya memegang pulpen, yang seperti orang memegang kuas, dia menduga saya terbiasa melukis. Saya jawab, iya benar, saya suka menggambar. Duduk sederet dengan kami, saat itu, Ruly Masidah, alumni SMA Negeri 2 Makassar. Ruly ini anak dari dr H Sabir Syiwu, DSJ, psikiater terkenal di masanya.
Ruly yang pertama kali mengorder dibuatkan pengumuman setelah dia mengikuti Basic Training (Bastra) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sebagai peserta Bastra, dia akan jadi panitia untuk angkatan berikutnya. Ketua HMI Komisariat Fakultas Hukum, saat itu (1988-1989) adalah Fadli Andi Natsif, angkatan 86.
Setelah membuat pengumuman pertama itu, pekerjaan membuat spanduk, boleh dikata, sangat lekat dengan saya semasa kuliah. Spanduk-spanduk itu kadang saya kerjakan di rumah, di kamar yang hanya seukuran 2,5×4 meter atau di rumah keluarga di Mannuruki.
Teman yang datang melihat saya membuat spanduk di kamar ukuran kecil, kadang heran bercampur kagum. Sebab, saya mampu mengatur komposisi teks spanduk tetap simetris. Padahal ukuran kain spanduk lebih panjang dibanding kamar saya hehehe.
Kadang pula, spanduk dan baliho dikerjakan di kampus. Bila untuk kegiatan mahasiswa, seperti Senat Fakultas Hukum dan BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa). Kalau begini, biasanya kami kerjakan malam. Begadang. Sambil menyetel lagu-lagu yang disiarkan Rasipen (Radio Siaran Pendidikan) milik mahasiswa UNHAS. Sementara untuk ngopi, teman-teman kreatif membuat pemanas sederhana dari sendok lalu dicolok ke listrik. Maklum, era itu belum ada dispenser.
Kalau lapar, tengah malam, kami mencari songkolo bagadang di Jalan Sunu. Kala itu, sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan masih relatif sepi. Belum banyak pedagang seperti sekarang. Untuk mencari gorengan saja, masih terasa sulit.
Ada satu peristiwa tak terduga dengan spanduk yang pernah kami buat. Saya, Yasser S Wahab, dan teman–teman membuat spanduk ukuran besar, saat Orientasi Program Studi dan Pengenalan Kampus (OPSPEK) angkatan 1991. Kami membuat spanduk besar warna hitam bergambar simpul tali, simbol gantung diri. Kami meniru gambar ini dari Iklan Layanan Masyarakat (ILM) salah satu mejalah, yang inti pesannya, gantung koruptor.
Rupanya, ada seorang mahasiswa yang trauma dengan gambar seperti itu. Karena mengingatkan dia pada ibunya, yang meninggal akibat gantung diri. Gara-gara melihat gambar besar itu di dalam ruang H33, dia pingsan. Gambar besar itu belakangan di pasang di luar ruangan, menghadap timur, mulai dari lantai 3 Fakultas Hukum, menjuntai ke bawah.
Kalau spanduk pesanan fakultas, saya kerjakan di rumah. Dekan Fakultas Hukum UNHAS, saat itu, Kadir Sanusi, juga merupakan dosen Hukum Tata Negara. Pembantu Dekan I, Amir Sjarifuddin, juga dosen Filsafat Hukum dan mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah Hukum. Achmad Ali, merupakan Pembantu Dekan III, yang mengajar mata kuliah Sosiologi Hukum dan Pengantar Ilmu Hukum.
Spanduk pesanan fakultas biasanya terkait dengan seminar dan lokakarya atau bila ada studium general di H33. Sering pula, spanduk dipasang di Gedung Pertemuan Ilmiah, dekat danau, jika kegiatannya di sana. Untuk setiap kegiatan, saya kadang membuat lebih dari satu spanduk, masing-masing untuk di dalam ruangan dan di luar ruangan, berupa spanduk selamat datang.
Bila kegiatan di Gedung Pertemuan Ilmiah, pemasangan spanduk sudah saya lakukan sehari sebelum acara, di sore hari. Biar besok pagi, segalanya sudah beres. Namun, nahas. Spanduk selamat datang yang dipasang di pintu satu, jalan masuk ke kampus UNHAS, sering kali raib, dicuri. Akhirnya, biar aman, spanduk baru dipasang pagi hari, sebelum acara dimulai.
Bahan yang digunakan spanduk ini bermacam-macam. Untuk kain, saya biasa membelinya di Toko Aneka Textil, dekat pintu masuk Pasar Sentral. Untuk cat, saya biasa mencari di deretan toko bahan bangunan, sepanjang Jalan Veteran Selatan. Sedangkan kalau membuat spanduk dengan bahan kertas, Toko Agung menjadi pilihan saya.
Entah sudah berapa kali saya membuat logo UNHAS, berupa gambar ayam jantan, pohon Lontar, benteng, buah padi dan daun Lontar itu. Ada teman yang berkomentar, bisanya itu dibuat dengan menggunting kertas warna kuning, hijau, merah, hitam dan putih.
Saya sampaikan, logo UNHAS dengan konstruksi harpa atau kecapi itu, kalau diperhatikan, memiliki pola. Dengan memahami polanya, akan mudah membuat desainnya pada kertas, sebelum digunting. Pembuatan logo UNHAS ini, selain untuk ditempel di salah satu sudut spanduk, kebanyakan dipasang di depan podium.
Bukan cuma spanduk yang saya buat. Saya juga dimintai tolong mendesain sticker, kaos, dan piagam penghargaan. Logo Himpunan Mahasiswa Hukum Perdata (HIMAHTA), juga merupakan hasil karya saya.
Ada banyak spanduk saya kerjakan selama jadi mahasiswa Fakultas Hukum UNHAS. Saya membuat spanduk untuk kegiatan Baksos di Cenrana (Maros), Tompobulu (Bantaeng), dan Mengkendek (Toraja). Spanduk untuk Studi Banding di Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT), Manado, juga saya yang hendle. Begitupun spanduk Kejuaraan Karatedo Gojukai, spanduk Jazz Goes to Campus, hingga spanduk Dies Natalis Fakultas Hukum.
Saat mengerjakan spanduk studi banding, di tempat kosnya Otniel FE Siwy, di Jalan Maccini Sawah, saya berujar, “Apapun jabatan saya, kerja saya tetap sama, tukang bikin spanduk. ” Saat itu, tahun 1991, Otniel ketua panitia studi banding, sedangkan saya wakilnya. (*)
Makassar, 27 Maret 2024