KATADIA, MAKASSAR || Perlu intervensi kebijakan melalui kurikulum sebagai upaya pemajuan kebudayaan. Peran penulis dan tulisan juga penting untuk mempromosikan budaya lokal kita.
Demikian dikemukakan Rusdin Tompo, sebagai Praktisi Mengajar angkatan 4, saat memberikan materi “Cara Mengemas Budaya Lokal dalam Tulisan yang Menarik” di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas), Rabu, 29 Mei 2024. Materi ini merupakan pertemuan ke-6 untuk peserta mata kuliah Kemahiran Membaca dan Menulis Bahasa Makassar, mahasiswa Prodi Sastra Daerah, semester II, kelas B.
Dosen pengampu mata kuliah, Pammuda, SS, M.Hum, dan Dr Sumarlin Rengko HR, M.Hum, membersamai selama perkuliahan berlangsung. Perkuliahan ini berlangsung cukup dinamis karena ada interaksi antara praktisi, dosen pengampu dan mahasiswa.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Pasal 42, disebutkan bahwa setiap orang berkewajiban, antara lain mempromosikan kebudayaan nasional, mendukung upaya pemajuan kebudayaan, dan mendorong lahirnya interaksi antarbudaya.
UU Pemajuan Kebudayaan menyebut ada 10 objek budaya, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus. Kesemua itu, jelas Rusdin Tompo, dapat dikemas menjadi tulisan yang menarik.
Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Sulawesi Selatan itu lalu memaparkan. Budaya lokal dalam tulisan bisa menarik bila disertai visual atau gambar. Ini agar pembaca bisa melihatnya dengan baik, selain penjelasan yang diberikan. Begitupun bila disajikan dalam bentuk video maka perlu disertai narasi agar mudah dipahami.
Dikatakan, bila dalam tulisan itu menggunakan nilai-nilai filosofis dan kearifan lokal dalam bahasa daerah, maka perlu penjelasan agar bisa dipahami oleh orang yang berbeda latar belakang kebudayaannya. Disarankan pula agar membuat tulisan yang related dan kontekstual dengan kondisi kekinian.
Selain itu, kata Rusdin Tompo, jangan ragu memasukan istilah, logat, bahasa daerah dalam tulisan kita. Bila perlu tulisan itu dikemas dalam budaya populer, agar menarik, mudah dipahami, dan lebih banyak dibaca orang.
Dia kemudian memberikan tips praktis. Katanya, saat menulis budaya lokal, gambarkan dan ceritakan layaknya kita bertutur.
Tulisan itu perlu menampilkan keunikan atau apa yang jadi kekhasan budaya lokal tersebut. Sebagai penulis, kita perlu menggambarkan manfaat atau nilai guna budaya tersebut, terutama bila mengulas teknologi tradisional suatu daerah
Dalam tulisan perlu pula dijelaskan nilai filosofi apa yang dikandung dari budaya lokal tersebut. Juga tak kalah pentingnya, bagaimana menjelaskan suasana alam dan kondisi sosial masyarakatnya, di mana nilai-nilai itu tumbuh dan mempengaruhi mereka.
Jika itu merupakan ritual atau ritus maka tulisan kita perlu menceritakan prosesinya, suasananya, biar orang mendapatkan gambarannya. Perhatikan pula sisi-sisi kemanusiaan yang mungkin bisa menyentuh pembaca.
Menurutnya, jenis tulisan yang dapat mempromosikan budaya lokal ada beberapa. Bentuknya bisa berupa reportase, feature dan karya jurnalistik lainnya. Bisa berupa esai, puisi, cerpen, dan novel.
Bahkan yang sederhana bisa berupa info grafis, dan tulisan kreatif lainnya. Diakui sudah banyak karya sastra yang mengangkat budaya lokal atau terinspirasi dari budaya suatu daerah.
Saat praktik, kelas lalu dibagi atas dua kelompok, yakni sisi kiri dan kanan, di mana masing-masing kelompok diberi challenge membuat tulisan yang berbeda. Sisi kiri diminta menulis terkait kuliner, tari-tarian atau ritual dan tradisi.
Sedangkan sisi kanan diminta menulis terkait nama tempat atau toponimi, bisa berupa tempat tinggalnya atau kampungnya. Pilihan tulisan lainnya terkait permainan tradisional atau permainan rakyat dan musik tradisional.
Setelah tulisan selesai, beberapa mahasiswa membacakan karyanya lalu diberi masukan. Tulisan-tulisan yang dibacakan itu dinilai cukup memberi informasi tentang budaya yang diceritakan.
Di akhir pertemuan, Rusdin Tompo kembali memberi motivasi agar mahasiswa peserta mata kuliahnya mengambil peran dalam pemajuan kebudayaan melalui tulisan-tulisan yang dibuat.
Dia juga mendorong mereka untuk mempelajari berbagai produk budaya sebagai bagian kegiatan literasi, sekaligus untuk mengedukasi pembaca.(*)