Kamis, Januari 16, 2025

Catatan Kecil Alumni UNHAS: Dari OPSPEK Fakultas Hukum Unhas ’87, Menunggu Lama untuk Tampil di TVRI

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)

Accinika otoji
Akruppa oto lompo
Lammasak ulunna lari bensinna
Antamak ri leang boya sikuyu
Nasipik ulunna wa didi kodong
Wa didi kodooong

Lagu berbahasa Makassar dengan judul “Otoji” ini menjadi semacam national anthem bagi kami, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) angkatan ’87. Terasa ada yang geli setiap kali lagu ini dinyanyikan, saat OPSPEK (Orientasi Program Studi dan Pengenalan Kampus) di Ruang H33, yang kini sudah diganti jadi Aula Prof Mattulada.

OPSPEK yang diniatkan sebagai pengganti perpeloncoan, ketika dijalani, awalnya menegangkan. Namun, setelah itu menghadirkan kegembiraan, dan tentu saja banyak kenangan lucu. Kami malah bisa lebih akrab satu sama lain, termasuk dengan para senior.

Di saat OPSPEK itulah ada sedikit kejadian yang membuat saya kemudian ‘dikenal’ oleh beberapa senior. Insiden bermula saat saya dan Otniel FE Siwy, teman asal Manado, masuk ke ruang Panitia OPSPEK. Kami hendak dikerjai. Namun, saya menolak patuh pada apa yang diperintahkan, kala itu. Saya tak mau berjalan ala peragawan tengah fashion show.

Lalu tiba-tiba teedengar pertanyaan, “Oe kau dari SMA mana?” Bentak seorang senior.

“Saya dari SMA Negeri 2 Ambon,” jawab saya pendek.

Dari sanalah saya ditanya segala hal. Teman saya, Otniel FE Siwy, tidak dikerjai. One, begitu kami akrab memanggilnya, saya kenal saat Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Saya dan dia sama-sama di Gugus Nusa.

Setelah OPSPEK, diadakan kegiatan Bina Akrab di Gedung Pemuda Sudiang yang, kala itu, terasa masih baru. Saya beruntung bisa diajak bergabung dalam vokal grup untuk tampil nyanyi di Bina Akrab.

Sebutan “anak dari Ambon”, mungkin sebagai pangkalnya. Saya memang alumni SMA Negeri 2 Ambon yang lolos Unhas tanpa tes, lewat jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan).

Ketika masih di Ambon, saya sedikit punya pengalaman manggung nyanyi di sekolah. Pernah pula saya dan Khairul, tetangga dekat rumah, membentuk Duo Anging Mammiri Country.

Kembali ke cerita Bina Akrab, formasi vokal grup kami terdiri dari Wardhana, Lucky Kansil, Tahira, Salma, Andi Suriyaman Mustari Pide (Riry), Candra, Rahman, Ramlan Adam (Barry), dan Yeheskiel Minggus Tiranda. Saya ingat, lagu yang kami bawakan, yakni “Jalan Masih Panjang” dari 7 Bintang.

Sekadar informasi, dua teman anggota vokal grup Bina Akrab, saat ini sudah menjadi Guru Besar, masing-masing Prof Dr Andi Suriyaman Mustari Pide, SH, M.Hum, pakar hukum adat Unhas dan Prof Dr Yeheskiel Minggus Tiranda, SH, MH, pakar hukum perpajakan, berkarier di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

Dari mengawali ikut nyanyi di Bina Akrab angkatan ’87 itu, akhirnya keterusan nyanyi di acara kampus. Kalau ada Bina Akrab adik-adik letting, saya ikutan nyanyi, main gitar. Tercatat, saya ikut terlibat sebagai Panitia OPSPEK untuk mahasiswa Fakultas Hukum Unhas angkatan ’89, ’90, dan ’91.

Saya juga pengurus Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas. Saat Ilham Munir jadi Ketua Senat, saya masuk sebagai pengurus. Begitupun ketika M Arfin Hamid, jadi Ketua Senat, periode 1990-1991, saya juga masuk dalam kabinetnya. Saya di Departemen Olahraga dan Seni. M Arfin Hamid, sekarang kita kenal sebagai Profesor dan pakar di bidang hukum ekonomi Islam (ekonomi syariah).

Saya bahkan tidak terbatas hanya terlibat dalam kegiatan-kegiatan tingkat mahasiswa, tapi juga pada level fakultas bersama para dosen, saya diajak menjadi panitia.

Sewaktu Dies Natalis Fakultas Hukum Unhas digelar di Restoran Bambuden di Jalan Gunung Latimojong, Makassar, saya ikut di seksi acara. Saya juga tampil menyanyi, membawakan lagu “Bersatu Dalam Damai” yang dipopulerkan Utha Likumahua.

Di sini untuk pertama kali, saya mengenal sinrilik/pasinrilik. Saya tidak ingat, siapa pasinriliknya, kala itu. Namun, pasinrilik yang tampil lengkap dengan patonronya, berkisah tentang sejarah Fakultas Hukum Unhas, sambil memainkan kesok-kesok.

Era itu, mulai ada kebiasaan para pejabat ditodong untuk bernyanyi saat tiba acara hiburan. Tak ayal, kerap para pejabat datang dengan kertas contekan lagu yang disimpan dalam kemeja safari atau jasnya. Bukan cuma satu lagu, tapi bisa 2-3 lagu hehehe.

Begitupun saat Dies Natalis Fakultas Hukum Unhas digelar di Makassar Golden Hotel (MGH), Jalan Pasar Ikan. Saya juga tampil bernyanyi dengan band yang menggunakan brass instrument. Lagunya, “Tanda-Tanda” milik Mus Mujiono, yang lagi hits kala itu.

Ada kejadian lucu, saat teman saya, Musran, datang menjemput saya di rumah dengan vespanya. Dia mendapati saya dengan kumis yang sudah diberi jeli, sehingga kumis itu terlihat mengerlip bila terkena cahaya lampu.

“Wah, memang susah kalau artis,” komentar Musran sambil terkekeh.

Saya hanya membalasnya dengan senyum. Musran ini teman yang sungguh baik hatinya.

Soal hobi nyanyi ini, tak hanya saya lakoni di kampus, di rumah pun saya lakukan. Tetangga kami di Kassi-Kassi, Daeng Liwang–populer dengan nama Adi Gamajaya, penyiar Radio Gamasi–sering nongkrong, sambil main gitar dengan saudaranya di depan rumah. Saya tentu saja juga ikut nyanyi bareng mereka.

Terkadang, kalau ada hajatan pesta pernikahan/perkawinan, sepupu dan keponakan saya ‘memaksa’ saya untuk tampil nyumbang lagu. Era itu, ada sesi di mana penonton boleh nyumbang lagu manakala ada hajatan dengan hiburan Orkes Melayu (OM).

Keramaian saat hajatan ini, oleh mereka yang berbakat dan punya hobi nyanyi, digunakan sebagai ajang uji nyali dan unjuk gigi. Ada pula yang datang sekadar menonton orang nyanyi atau angngodo hehehe.

Gengsi pesta pernikahan/perkawinan, kala itu, salah satunya ditandai dengan nama Orkes Melayu yang logonya di stempel pada undangan dengan jelas. OM Roseta, OM Tiktas, OM Al-Wathan, beberapa di antaranya.

Entah berapa panggung pernah saya jajal, yang tak selalu sukses. Musababnya, karena lagu yang saya bawakan tidak nyambung dengan musik pengiringnya hehehe. Namanya juga OM, so pasti lagu yang dominan adalah lagu-lagu dengan cengkok dangdut dan melayu.

Karena tahu bahwa saya suka menyanyi dan biasa tampil menyanyi, teman saya, Riswan Jusuf, suatu ketika melontarkan saran, agar saya tampil di TVRI Sulawesi Selatan. Dia seperti memberi motivasi.

“Nanti kalau kamu nyanyi di TV, saya bilang ke keluargaku, yang nyanyi itu temanku,” katanya dengan nada canda.

Akhirnya, saat itu pun tiba. Kejadiannya di tahun 2011, setelah selesai gelaran KPID Award 2011 yang diadakan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan di Graha Pena, Jalan Urip Sumoharjo Makassar.

Saya ditawari mengisi acara Deng Mampo (dendang mari-mari poso) di TVRI Sulawesi Selatan sebagai salah satu narasumber. Narasumber lainnya adalah AKBP Moh Hidayat, saat itu menjabat sebagai Kasat Lantas Polrestabes Makassar.

Kalau biasanya tampil di TVRI semata untuk kepentingan wawancara, kali ini, narasumbernya juga diharuskan menyanyi. Saya membawakan lagu Makassar ciptaan Anci Laricci, “I KauTonji”, yang diiringi orkes turiolo.

Begitu selesai tampil, produser acaranya ditelepon Kepala Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Sulawesi Selatan, Muh Rusli Sumara. Rupanya, saya dipuji oleh Kepala Stasiun TVRI itu, yang dinilai mampu bernyanyi baik diiringi musik orkes turiolo. (*)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles