Sabtu, April 27, 2024

Rekayasa Lingkungan Biologis Tekan Penggunaan Pupuk dan Pestisida Kimia

Penulis : Bromo Kusumo Achmad

(Mahasiswa S3 UHO Prodi Ilmu Pertanian, Peminatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan)

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar dan pemenuhannya juga merupakan bagian dari hak asasi manusia.

Hak dasar manusia ini juga sudah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yang intinya menyatakan setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak sebagai manusia, salah satunya adalah mengonsumsi makanan yang aman dikonsumsi.

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo di berbagai kesempatan berkomitmen mendorong budidaya hortikultura ramah lingkungan. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menginginkan produk pertanian berkualitas baik dari segi tampilan maupun kandungan.

Dengan demikian produk hortikultura seperti buah, florikultura, sayuran, jamur dan tanaman obat diharapkan aman konsumsi dan rendah residu pestisida.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver.

Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin).

Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi  pestisida sintesis.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Debora G. Suluh (2019) Penggunaan pestisida pada tanaman pertanian yang tidak terkendali  akan meninggalkan residu yang dapat membahayakan petani, konsumen dan  lingkungan.

Umumnya pestisida yang digunakan merupakan pestisida sintetik berbahan dasar klor yang menunjukan sifat bioakumulasi sehingga dapat  menumpuk di dalam tubuh dan lingkungan hingga pada jumlah yang membahayakan.

petani menggunakan pestisida kimia untuk perlindungan terhadap kehilangan panen akibat hama dan penyakit. Jumlah pestisida dan tingkat penggunaannya dalam pertanian telah meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir.

Ketergantungan petani Indonesia terhadap pestisida dapat dilihat dari peningkatan penggunaan pestisida pada tahun 1998 dari 11.587,2ton menjadi 17.977,2ton pada tahun 2000.

REKAYASA LINGKUNGAN BIOLOGIS
Sumber Daya dan lingkungan (SDAL) di bumi ini disediakan untuk kepentingan mahluk hidup yang ada, akan tetapi dengan kemajuan teknologi bidang pertanian yang begitu pesat pemanfaatan sumber daya alam untuk pertanian berkelanjutan sangatlah minim dilakukan,.

Sistem pengelolaan pertanian mulai dari pembukaan lahan hingga panen sangatlah bergantung pada pestisida dan pupuk kimia. Kondisi ini menyebabkan lingkungan menjadi lebih kritis, membahayakan kesehatan petani dan konsumen.

Mengacu hal tersebut maka perlu adanya integrasi antara petani dan Sumber daya Alam untuk pembangunan pertanian yang ramah lingkungan . Hal ini karena hubungan keduanya dapat berdampak positif pada Kesehatan dan lingkungan.

Oleh karena itu maka perlu menjadi perhatian yang lebih cermat hubungan antara keduanya. Strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Rekayasa “lingkungan biologis” merupakan salah solusi yang mungkin dapat dilakukan.

Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan keharusan yang perlu dilakukan pada masa saat ini dan masa yang akan mendatang. Harapannya dengan adanya kegiatan pertanian akan dapat memasok kebutuhan hidup manusia secara berlanjut tanpa menimbulkan degradasi lingkungan.

Rekayasa lingkungan biologis adalah memanfaatkan tumbuh-tumbuhan seperti rumput liar yang banyak tumbuh di alam. Penerapan rekayasa lingkungan biologis ini dikenal dengan sebutan biosaka. Biosaka adalah gabungan kata dari Bio(tumbuhan) dan SAKA (Selamatkan Alam Kembali ke ALam) yaitu, sebuah remasan yang mengandung elisitor dan dapat merangsang kesuburan tanah dan tumbuhan yang dapat menghemat biaya bagi petani.

Penerapan ini pertama kalinya dipraktekkan oleh “Mas Ansar” sejak tahun 2019. Dan mencoba mempraktekkan rekayasa biologi ini kepada petani, siapa saja yang mau coba-coba biar kecil-kecil saja “ungkap ansar” .

Awanya petani tidak percaya dan sulit untuk menerima penerapan ini. Karena petani takut mengalami kerugian atau gagal panen. Tapi kenyataanya hingga saat ini penerapan ini sudah terbukti berhasil dan sudah di praktekkan pada tanaman, jagung, kedelai, kacang tanah, cabai merah, melon dan hasilnya maksimal baik dari fase fegetative maupun generative.

Hal ini juga di pertegas oleh pakar teknologi hayati ITB “Prof Manurung” menyatakan bahwa rumput ini mengandung senyawa aktif “bioelicitor” mekanismenya adalah menghantarkan sinyal bagi tanaman sehingga mampu bertahan terhadap stress maupun organisme pengganggu”.

Pengembangan rekayasa lingkungan biologis ini dimulai dari Kota blitar, Jawa Timur dan selama 3 tahun terakhir ini perkembangannya sudah mencapai sekitar 12.000 ha pada lahan pertanian dan sudah menyebar di beberapa Kabupaten/Kota pulau Jawa bahkan sampai diluar pulau Jawa.

Aplikasi rekayasa lingkungan biologis “biosaka” ini termurah dan termudah apa saja rumput yang ada disekitar minimal 5 jenis rumput liar yang tentunya memiliki ciri-ciri daun sehat dan cerah dalam arti daun sempurna, tidak ada lubang karena hama dan tidak berjamur.

Lalu kemudian 5 jenis rumput liar tersebut diremas dengan kedua tangan dalam wadah berisikan air dengan waktu kisaran 10 menit sampai benar-benar homogen dengan perbandingan 5 % rumput 95 % air, diperkirakan 5 liter air untuk 5 jenis rumput liar dalam satu wadah. Seterusnya dilakukan penyemprotan dengan perbandingan 40 ml biosaka dalam 15 liter tangki semprot dengan luas lahan sekitar 1000-1500 m2.

Manfaat dari sistem ini meningkatkan produktifitas dan kelestarian lahan, meningkatkan keharmonisan kehidupan sosial dan menyehatkan lingkungan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pendekatan model rekayasa lingkungan biologis dapat memberi keuntungan bagi masyarakat petani baik dari segi ekonomi, lingkungan dan sosial, dan merupakan model yang tepat dalam pembangunan yang berkelanjutan.(***)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles