Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)
Setiap kali menjelang gelaran Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung (Pemilukada), tensi politik akan naik. Termasuk saat menjelang penyelenggaraan Pemilukada 2013 untuk memperebutkan kursi Gubernur Sulawesi Selatan, periode 2013-2018. Ada tiga pasang kandidat, saat itu, yakni Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang (Sayang Jilid II), sebagai petahana, ditantang oleh pasangan Ilham Arief Sirajuddin-Abdul Azis Qahhar Mudzakkar (IA) dan pasangan Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi (Garuda-Na). Meski ada tiga pasang kandidat, tapi rivalitas paling sengit terjadi antara pasangan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang dengan pasangan Ilham Arief Sirajuddin-Abdul Azis Qahhar Mudzakkar.
Menyikapi situasi tersebut, sejumlah akademisi dan aktivis menginisiasi pertemuan untuk membahas bentuk peran yang mereka bisa lakukan untuk mewujudkan Pemilukada damai. Pertemuan pertama tanggal 16 November 2012. Hari itu, saya diundang hadir dalam pertemuan aksi deklarasi damai di Warkop 115, dekat Pasar Toddopuli. Kawasan ini memang tengah berubah menjadi deretan warung kopi, saat itu. Perubahan wujud ruko jadi warkop memang sangat dimungkinkan lantaran di wilayah ini dekat dengan pasar, masjid, kantor lurah, kampus, mal, dan juga pusat perdagangan pakaian bekas alias cakar.
Pertemuan malam itu dipandu oleh Abdul Azis Paturungi, dari YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa). Dia menyampaikan kondisi sosial politik saat itu, dan adanya keinginan beberapa NGO mengadakan pertemuan guna mendorong terciptanya Pemilukada Gubernur Sulawesi Selatan yang bersih, berkualitas, demokratis, dan damai. Disampaikan pula adanya ide dari Prof. Dr. Aswanto, sebagai seorang yang peduli pada demokrasi, penegakan hukum dan HAM terkait hal yang sama, termasuk harapan tokoh masyarakat dan kepolisian. Bahwa perlu dilakukan diskusi-diskusi terbuka guna menyatukan konsep dan persepsi demi suksesnya penyelenggaraan Pemilukada. Diskusi-diskusi itu sebagai kampanye publik, sekaligus pendidikan politik kepada masyarakat. Pasalnya, dari eskalasi politik yang mengemuka, ditengarai bakal muncul konflik imbas dari Pemilukada.
Setelah curah pendapat, disepakati ada forum bersama lintas lembaga yang akan melakukan program aksi dalam rentang waktu tertentu. Malam itu juga, disepakati nama dari forum tersebut, yakni “Komit” Damai. Komit, dapat diartikan sebagai komitmen bersama, tapi kata ini sejatinya merupakan akronim dari koalisi masyarakat sipil untuk demokrasi damai. Berdasarkan daftar hadir, mereka yang mengikuti pertemuan malam itu, selain Abdul Azis Paturungi (YASMIB), juga ada L. Arumahi (PERLUDEM), Dede Arwinsyah (PUSHAKA UH), Irwan Muin (Advokat), Wahidin Kamas (PBHI), Fadli Andi Natsif (PUSHAM Universitas 45), Edi Ariadi (KuPAS), M. Al Amin (KAPAL Sulsel), Yusran (PBHI), Samsul Asri (HMI Cabang Makassar), Dhahriono M (BEM FH Unhas), A. Fachruddin (BEM/SEMA FH UMI), A. Muh. Hidayat dan Rudini (HIPPERMAHK), serta saya dari LISAN.
Kesimpulan dan rekomendasi juga diambil, antara lain mereka yang hadir bersepakat untuk melakukan upaya-upaya simultan dan terencana dari semua elemen masyarakat sipil, yang hasilnya diharapkan dapat mengatasi atau meminimalisasi terjadinya antara pendukung pasangan calon. Hasil musyawarah juga menyepakati Prof. Aswanto sebagai koordinator koalisi, Abdul Azis Paturungi, sekretaris, dan Wahidin, sebagai wakil sekretaris. Mereka yang diberi amanah ini merupakan penanggung jawab yang akan mengkonsolidasikan dan mengkoordinasikan Komit Damai.
“Kami benar-benar gerak cepat saat itu. Pertemuan di Warkop 115 ditindaklanjuti dengan pertemuan di ruang Dekan Fakultas Hukum Unhas, yang tak lain merupakan ruang kerja Prof. Aswanto. Prof Dr Aswanto, SH, MH.,DFM, dikenal sebagai akademisi kritis yang pandangan dan komentarnya kerap dikutip media massa. Pria kelahiran Palopo, 17 Juli 1964 ini, selain pernah menjadi Dekan Fakultas Hukum Unhas (2010-2014), pernah pula mengemban amanah sebagai Ketua Panwaslu Sulawesi Selatan. Karier tertinggi adalah menjadi hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK), bahkan pernah dua kali menjadi Wakil Ketua MK.
Saat itu, tidak semua teman diundang hadir di ruang Dekan Fakultas Hukum Unhas. Saya dihubungi untuk segera merapat, saat tengah menjemput anak saya di SD Negeri Sudirman III. Makanya, saya ajak sekalian di ke kampus Unhas, yang juga almamater ayahnya. Antara lain yang hadir, Prof. Aswanto, Irwan Muin, Fadli Andi Natsif, Wahidin, Arumahi, saya, dan beberapa perwakilan mahasiswa (kelompok Cipayung). Di sini kami menyusun time schedule, mulai dari pra deklarasi, deklarasi, hingga pasca deklarasi. Semua tahapan kegiatan ada penanggung jawabnya yang ditangani oleh anggota koalisi. Saya dan adik-adik BEM Unhas dan BEM UMI dapat bagian sebagai penanggung jawab kampanye publik.
Kamis sore, tanggal, 22 November 2012, kami melakukan visit media ke harian Fajar dan Tribun Timur. Mensosialisasikan Komit Damai sekaligus kampanye publik mengajakan semua pihak bersama-sama mewujudkan Pemilukada damai. Sebelum itu, telebih dahulu, kami membuat kaos dan stiker Komit Damai, yang dikenakan ketika berkunjung ke media massa. Masih ada lagi pertemuan-pertemuan lanjutan, antara lain di salah satu restoran cepat saji, dan di Woodsy Gab Jalan Jenderal Urip Sumoharjo, yang berada dekat Kampus UMI dan dekat dengan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan.
Komit Damai mengawali kegiatan “Seminar Pemilukada Damai” di Hotel Grand Clarion, Senin, 3 Desember 2012. Saya tiba sebelum acara dimulai. Oleh teman-teman, saya didaulat menjadi moderator seminar juga memandu jalannya diskusi. Begitu saya hendak menuju tempat acara di Pinisi Ballroom, beberapa anggota Polda mengarahkan saya menuju Carita Lounge, yang hanya beberapa meter dari ruangan acara. Kata mereka, Pak Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Mudji Waluyo sudah ada di sana, sementara belum ada teman ‘petinggi’ Komite Damai yang tiba. Pak Kapolda bukan saja menawarkan saya minuman, bahkan beliau yang menuangkan sendiri cangkir teh saya. Keramahan dan kerendah-hatian jenderal bintang dua ini, begitu berkesan bagi saya.
“Seminar Pemilukada Damai” ini merupakan kerjasama Komit Damai dengan Polda Sulawesi Selatan. Pinisi Ballroom yang bisa menampung ribuan orang, hari itu terisi penuh. Peserta begitu antusias. Sepertinya, mereka semua mau bicara dan mengajukan pertanyaan. Selain Kapolda Sulawesi Selatan, sebagai pembicara, narasumber lain juga sangat kompeten dan punya otoritas sebagai penyelenggara Pemilu. Mereka adalah Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof. Aswanto, Ketua KPU Sulsel, Dr Jayadi Nas, Ketua Panwaslu Sulsel, Supriyanto, SH, perwakilan Komit Damai, dalam hal ini Irwan Muin, SH. MH.
Saya cukup memahami psikologi orang-orang yang hadir di seminar, apalagi dengan narasumber yang memiliki kewenangan tertentu. Menurut pengalaman saya, ada banyak alasan seseorang mengajukan pertanyaan dan berbicara di forum-forum seperti ini. Bisa karena mau aktualisasi diri atau juga menyampaikan uneg-unegnya. Jadi, sebagai moderator saya cukup demokratis memberikan ruang bagi peserta untuk menumpahkan apa yang mau mereka sampaikan. Dalam amatan saya, mereka tidak selalu butuh jawaban yang harus dijawab segera tapi lebih bahwa mereka mau didengar. Dengan berbekal pemetaan peserta seperti itu, alhamdulillah, saya bisa memandu acara dengan lancar.
Sesuai agenda kegiatan Seminar dan Deklarasi Pemilukada Damai, diselenggarakan Gedung PWI Sulsel, pada Kamis, 3 Januari 2013. Kegiatan Komit Damai ini merupakan kerja sama dengan Polda Sulawesi Selatan. Kapolda, saat itu, diwakili oleh Wakapolda Sulawesi Selatan, Brigjen Pol Dr Syahrul Mamma. Selain anggota koalisi, ada sejumlah tokoh hadir, antara lain budayawan, Ishak Ngeljaratan, tokoh Tionghoa, Yonggris Lao, Ketua PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh, Dr Firdaus Muhammad (akademisi UIN Alauddin) dan perwakilan KPU Sulsel. Acara deklarasi yang mendapat pulikasi luas media massa tersebut, diisi dengan orasi kebudayaan, pembacaan puisi, teaterikal, dan penandatanganan Deklarasi Pemilukada Damai. Penandatanganan pada exbanner itu, diawali oleh Brigjen Pol. Syahrul Mamma mewakili aparat penegak hukum, yang diikuti oleh tokoh-tokoh dan perwakilan lembaga.
Komit Damai juga membuat 4 (empat) poin pernyataan sikap. Pertama, menyerukan kepada penyelenggara Pemilu (KPU dan Panwaslu) serta pasangan calon dan Tim Sukses agar senantiasa mengedepankan penyelenggaraan Pemilukada Gubernur Sulsel dengan menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan dan etika berdemokrasi. Kedua, mendorong dan mendukung kinerja maksimal penyelenggara Pemilukada (KPU dan Panwaslu) serta menyerukan kepada penyelenggara Pemilu dalam semua tingkatan, agar senantiasa mengedepankan independensi dan netralitas dalam proses penyelenggaran Pemilukada Gubernur Sulawesi Selatan. Ketiga, menyerukan kepada penyelenggara Pemilu (KPU dan Panwaslu) serta pasangan calon dan Tim Sukses agar senantiasa memberikan pendidikan politik yang baik, santun dan cerdas kepada seluruh komponen masyarakat. Keempat, agar semua komponen masyarakat berkomitmen dengan segala kebanggaan sebagai masyarakat Sulawesi Selatan untuk menjaga perdamaian, saling menghormati serta menghindari konflik dalam prosesi penyelenggaran Pemilukada Gubernur Sulsel.
Kegiatan Komit Damai, tak hanya di Kota Makassar tapi juga merambah ke Kota Parepare. Kami mengadakan kegiatan Seminar Pemilukada Damai di Gedung Islamic Center. Saya dan Pak Fadli Andi Natsif serta beberapa teman mahasiswa hadir dalam kegiatan yang difasilitasi Polres Parepare ini. Dalam perjalanan pulang dari sana, kami singgah ngopi di Kabupaten Pangkep.
Kekhawatiran terjadinya konfik akhirnya terbukti. Usai debat calon Gubernur Sulawesi Selatan di Celebes Convention Center (CCC), pada 10 Januari 2013, yang disiarkan secara langsung oleh stasiun Metro TV, terjadi saling kejar antara pendukung Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang dengan pendukungan Ilham Arief Sirajuddin-Abdul Azis Qahhar Mudzakkar. Bentrok dan aksi pengrusakan posko pemenangan dari kedua pihak mewarnai dinamika demokrasi, dalam penyelenggaraan Pemilukada 2013. Meski peristiwa ini tidak berkepanjangan dan bisa diredam oleh aparat keamanan.
Pemilukada untuk memilih pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, berlangsung pada tanggal 22 Januari 2013. Meski sebagai incumben SYL dan Agus AN bisa melanjutkan pemerintahan mereka untuk periode kedua, lima tahun berikutnya, tapi kerasnya pertarungan sangat terasa. Dari jumlah suara, pasangan Sayang meraih 2.251.407 suara (52,42%), IA memperoleh 1.785.580 suara (41,57%), sedangkan Garuda-Na mendapat 257.973 suara (6,01%). Sementara dari 24 kabupaten/kota, tidak semua Sayang menguasai atau keluar sebagai peraih suara terbanyak. Mereka hanya menang di 14 kabupaten/kota, sedangkan IA unggul di 9 kabupaten/kota. (*)