KATADIA MAKASSAR || Wali Kota Makassar, periode 1962-1978, Kolonel (Purn) HM Daeng Patompo, dikenal dekat dengan seniman. Di masa wali kota legendaris ini, hubungan pemerintah kota dengan seniman berlangsung harmonis. Dukungan diberikan oleh Pemda sehingga kehidupan berkesenian di Makassar tumbuh dengan baik.
“Bapak itu lebih mendengar seniman dibanding stafnya,” tutur Rachmat Endong Patompo, salah seorang anak HM Daeng Patompo.
Endong Patompo, yang dikenal sebagai pengusaha properti itu, bercerita bagaimana kedekatan ayahnya dengan sejumlah seniman Sulawesi Selatan. Suatu hari, kisah Endong, seorang seniman mengeluh soal Kota Makassar yang dinilai gelap di malam hari. Besoknya, Patompo langsung memerintahkam agar kota dipasangi lampu-lampu sebagai penerang jalan.
Endong Patompo bercerita di hadapan sejumlah seniman, penulis, akademisi, guru, dan tamu undangan lainnya pada kegiatan “Silaturahmi Dalam Puisi” yang digelar oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan, menggelar “. Kegiatan untuk mengenang romantisme sejarah kedekatan seniman dengan wali kota yang dijuluki Ali Sadikin-nya Makassar itu, berlangsung di Resto Skypond Hotel Karebosi Premier lantai 20 Jalan Jenderal M Jusuf Nomor 1 Makassar, Sabtu, 2 November 2024.
Asmin Amin, aktivis NGO senior, yang merupakan penggagas acara ini, mengemukakan bahwa kegiatan tersebut untuk menyambung silaturahmi seniman dengan keluarga besar HM Daeng Patompo. Pria dengan ciri khas pakaian hitam, yang pernah jadi anggota DPR RI itu, lalu membaca puisi “HM Dg Patompo” karya Udhin Palisuri, sebagai pembuka acara.
Tampil sebagai pembaca puisi pertama, yakni dua murid SD Negeri Borong, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Muh Dzafran Putra Irman (kelas 5) dan Khansa Azzahra (kelas 3). Keduanya membaca puisi karya Rusdin Tompo, berjudul “Serenade Buat HM Daeng Patompo”.
Selain membaca puisi, beberapa orang juga berbagi cerita. Ada banyak cerita-cerita inspiratif dan lucu yang disampaikan. Di antara mereka, ada yang mengenal langsung HM Daeng Patompo, ada yang mendapat cerita itu dari Endong, atau mendengarnya dari wartawan atau seniman lainnya.
Salahuddin Alam, termasuk yang sore itu berbagi cerita, hingga membuat hadirin tertawa. Kak Alam, begitu aktivis NGO era 90an ini akrab disapa, sempat membaca puisi karyanya yang punya muatan sejarah dengan beberapa ruas jalan di Makassar.
Kisah lain disampaikan sastrawan dan sutradara teater Yudhistira Sukatanya. Katanya, bila Patompo menonton suatu pertunjukan atau drama di TVRI Stasiun Ujung Padang, dan dia menyukainya, maka aktor/aktrisnya akan diundang ke rumah jabatan untuk memainkan peran yang dilakoninya tersebut.
Rusdin Tompo, Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan, mengucapkan terima kasih karena SATUPENA dipercaya mengorganisir acara ini. Menurutnya, ini momen istimewa mengingat pada tanggal 9 November 2024 mendatang, Kota Makassar genap berusia 417 tahun.
Sejumlah seniman, penyair, pegiat literasi, akademisi dan guru tampil membaca puisi. Puisinya pun ada yang diciptakan khusus untuk HM Daeng Patompo.
Mereka yang membaca puisi, antara lain Ahmadi Haruna, Syahrir Rani Patakaki, M Amir Jaya, Nawir Sultan, Irwan AR, Djamal April Kalam, Andi Marliah, dan Juniawati. Juga ada Sri Gusty, Fadli Andi Natsif, Yuyun Husni Jamaluddin, dan Prof Gusnawaty.
Di pengujung acara, Endong Patompo mengucapkan terima kasih dan apresiasinya atas kehadiran para seniman dalam gelaran “Silaturahmi Dalam Puisi” tersebut. Dia berharap puisi-puisi dan kisah-kisah tentang ayahnya bisa dibukukan nanti.
“Saya adalah orang yang paling bahagia atas kehadiran ta semua,” kata Endong Patompo, sebelum sesi foto bersama sebagai penutup acara. (*)